World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia diperingati setiap hari Kamis pada minggu kedua di bulan Maret. Mimin jadi teringat dengan banyak #SahabatOBS yang menanyakan bagaimana kondisi ginjal ODHA yang menjalani perawatan dengan obat ARV? (Baca juga: Apa Efek Samping ARV?)

Kerusakan jaringan ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah atau dikenal juga dengan istilah Nefropati, merupakan penyakit tidak menular yang sebenarnya dapat dicegah. Penyakit ginjal dijuluki sebagai silent disease karena seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda peringatan dan jika tidak terdeteksi, akan memperburuk kondisi penderita dari waktu ke waktu. Penyakit ginjal kronis bersifat irreversible, artinya tidak bisa menjadi normal kembali, yang bisa dilakukan hanyalah mempertahankan fungsi ginjal yang ada.

Mengutip data sebaran kasus dan biaya klaim di Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sampai dengan triwulan III tahun 2015, kasus sistem saluran kemih berjumlah sebanyak 3.094.915 kasus.

Mengutip data 7th Report of Indonesian Renal Registry, urutan penyebab gagal ginjal pasien yang mendapatkan haemodialisis berdasarkan data tahun 2014, karena hipertensi (37%), penyakit dibetes mellitus atau Nefropati Diabetika (27%), kelainan bawaan atau Glomerulopati Primer (10%), gangguan penyumbatan saluran kemih atau Nefropati Obstruksi (7%), karena Asam Urat (1%), Penyakit Lupus (1%) dan penyebab lain lain-lain (18%).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 menunjukkan data bahwa penduduk Indoensia kurang aktifitas fisik (26,1%); penduduk usia > 15 tahun merupakan perokok aktif (36,3%); penduduk > 10 tahun kurang mengonsumsi buah dan sayur (93%); serta penduduk >10 tahun memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol (4,6%).

Lalu bagaimana dengan ODHA? Berdasarkan study, sepertiga ODHA mempunyai jumlah protein berlebih dalam air kencingnya, yang merupakan tanda-tanda adanya gangguan pada ginjal.

Beberapa faktor gangguan pada ginjal dapat dihindarkan, terutama penyakit yang berhubungan dengan HIV, baik karena infeksi penyakit yang menyerang ginjal atau pun karena penggunaan beberapa jenis ARV. Penyakit ginjal yang berkaitan dengan HIV ini disebut sebagai HIV-associated nephropathy (HIVAN).

Baca juga:  Bagaimana HIV Menular?

ODHA dengan perawatan ARV jenis protease inhibitor, lebih beresiko terhadap gangguan glukosa pada darah. Pada laporan tahun 2004 yang diterbitkan oleh the Multicenter AIDS Cohort Study, ODHA dengan terapi ARV 3 kali lebih beresiko diabetes setelah melakukan terapi 4 tahun, dibandingkan dengan non-ODHA. Namun juga, penggunaan ARV dapat menekan infeksi penyakit yang menyerang ginjal.

Beberapa pengobatan untuk mengobati penyakit akibat jamur,seperti Pneumocystis pneumonia (PCP) dan cytomegalovirus (CMV) diketahui berpotensi menyebabkan gangguan ginjal pada beberapa pasien.

ARV jenis protease inhibitors indinavir dan latazanavir dapat berpotensi menimbulkan batu ginjal. Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs), misalnya stavudine dan didanosine, dikenal berpotensi menimbulkan asam darah (lactic acidosis) yang dapat menimbulkan gangguan ginjal.

Jenis ARV anggota NRTI yang berpotensi menimbulkan gangguan ginjal adalah tenofovir disoproxil fumarate (TDF), bahan aktif dari obat Viread dan Truvada, Atripla, Complera serta Stribild. TDF dapat berakumulasi dalam ginjal. Namun kabar baiknya, gangguan ini kecil sekali, hanya 0.5 sampai 1.5 persen dari pengguna tenofovir.

Dalam pengobatan herbal, kandungan yang disebut sebagai asam aristolochic (ditemukan dalam tumbuhan Dutchman’s pipe, atau disebut Aristolochia) dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan bertanggung jawab terhadap kanker di saluran kencing. Bahkan, the U.S. Food and Drug Administration (kalau di Indonesia setingkat BPOM, Badan Pengawasan Obat dan Makanan) merekomendasikan agar masyarakat tidak mengkonsumsi herbal yang mengandung asam aristolochic , termasuk produk-produk yang mengandung tulisan “Aristolochia,” “Bragantia” atau “Asarum” dalam label bahan baku herbal.

Tanda-tanda gangguan pada ginjal:

Baca juga:  Terapi Antiretroviral (ART)

Namun perlu diingat bahwa sebagian besar orang tidak mengalami gejala-gejala di atas pada tahap awal terjadinya gangguan ginjal, sehingga diperlukan tes laboratorium untuk memastikannya.

Sedangkan gejala-gejala yang timbul jika penyakit ginjal sudah akut:

The Infectious Disease Society of America (IDSA) merekomendasikan pasien HIV untuk melakukan tes untuk menguji kondisi ginjal terutama ODHA dengan kondisi tekanan darah tinggi, diabetes, angka CD4 di bawah 200, jumlah viral loads di atas 4,000 serta terdapat hepatitis C virus (HCV). (Baca juga: Mengenal Hepatitis C – Bagian 1)

Bagaimana mencegah gangguan ginjal?
Menurunkan tekanan darah pada ODHA dengan tekanan darah tinggi.
Merawat diabetes jika ODHA terdapat masalah diabetes.
Mengubah pola makan, terutama mengurangi makanan berkolesterol, bergula tinggi, bergaram tinggi, serta minta masukan dari ahli gizi. (Baca juga: ODHA dan Nutrisi)
Berhenti merokok, tidak hanya berpotensi terhadap gangguan ginjal, tetapi juga serangan jantung dan stroke. (Baca juga: Rekan ODHA, yuk berhenti merokok!)

Terapi ARV, beberapa jenis pengobatan ARV dapat menyebabkan gangguan ginjal, namun juga pengobatan ARV dapat mencegah infeksi penyakit yang menyerang ginjal. Penekanan jumlah viral load dikaitkan dengan membaiknya fungsi ginjal pada mereka yang mulai ART dengan jumlah CD4 yang rendah pada peserta yang terdaftar dalam studi US AIDS Clinical Trial Group. Temuan ini menunjukkan, bahwa replikasi virus HIV berkontribusi pada disfungsi ginjal kronis. (Baca juga: Pentingnya Terapi ARV bagi Kesehatan ODHA)

Jika hasil uji laboratorium menunjukkan adanya gejala gangguan ginjal, mintalah ke dokter #SahabatOBS untuk berganti rejimen ARV.

Leave a Reply